Spektrofotometri Serapan Atom


Spektrofotometri Serapan Atom


Spektrofotometri Serapan Atom

1.       Teori Spektrofotometri Serapan Atom
Prinsip dasar  Spektrofotometri serapan atom adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan sampel. Spektrofotometri serapan atom merupakan metode yang sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah (Khopkar, 1990).  Teknik ini adalah teknik yang paling umum dipakai untuk analisis unsur.  Teknik-teknik ini didasarkan pada emisi dan absorbansi dari uap atom.  Komponen kunci pada metode spektrofotometri Serapan Atom adalah sistem (alat) yang dipakai untuk menghasilkan uap atom dalam sampel. (Anonim, 2003)
Cara kerja Spektroskopi Serapan Atom ini adalah berdasarkan atas penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengapsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya (Darmono,1995).
 Jika radiasi elektromagnetik dikenakan kepada suatu atom, maka akan terjadi eksitasi elektron dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi. Maka setiap panjang gelombang memiliki energi yang spesifik untuk dapat tereksitasi ke tingkat yang lebih tingggi. Besarnya energi dari tiap panjang gelombang dapat dihitung dengan menggunakan  persamaan  :

E = h .                                             
Dimana E = Energi (Joule)
                  h = Tetapan Planck ( 6,63 . 10 -34 J.s)
                 C = Kecepatan Cahaya ( 3. 10 8 m/s), dan
  = Panjang gelombang (nm)
Larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala mengandung atom unsur-unsur yang dianalisis.  Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground state).  Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat oleh unsur-unsur yang bersangkutan.  Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala.  Absorpsi ini mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu absorbansi berbanding lurus dengan panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala.  Kedua variabel ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan sampel. Teknik-teknik analisisnya yaitu kurva kalibrasi, standar tunggal dan kurva adisi standar (Anonim, 2003).
Aspek kuantitatif dari metode spektrofotometri diterangkan oleh hukum Lambert-Beer, yaitu:

A = ε . b . c atau A = a . b . c         
Dimana :
A = Absorbansi
ε  = Absorptivitas molar (mol/L)
a = Absorptivitas (gr/L)
b = Tebal nyala    (nm)
c = Konsentrasi    (ppm)
Absorpsivitas molar (ε) dan absorpsivitas (a) adalah suatu konstanta dan nilainya spesifik untuk jenis zat dan panjang gelombang tertentu, sedangkan tebal media (sel) dalam prakteknya tetap.  Dengan demikian absorbansi suatu spesies akan merupakan fungsi linier dari konsentrasi, sehingga dengan mengukur absorbansi suatu spesies konsentrasinya dapat ditentukan dengan membandingkannya dengan konsentrasi larutan standar.
3.5.2          Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom
Alat spektrofotometer serapan atom terdiri dari rangkaian dalam diagram skematik berikut:

Komponen-komponen Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
1.       Sumber Sinar
Sumber radiasi SSA adalah Hallow Cathode Lamp (HCL). Setiap pengukuran dengan SSA kita harus menggunakan Hallow Cathode Lamp khusus misalnya akan menentukan konsentrasi tembaga dari suatu cuplikan.  Maka kita harus menggunakan Hallow Cathode khusus.  Hallow Cathode akan memancarkan energi radiasi yang sesuai dengan energi yang diperlukan untuk transisi elektron atom.
 Hallow Cathode Lamp terdiri dari katoda cekung yang silindris yang terbuat dari unsur yang sama dengan yang akan dianalisis dan anoda yang terbuat dari tungsten.  Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar dan dan atom-atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan.  Atom akan tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu (Khopkar, 1990).
            Sumber radiasi lain yang sering dipakai adalah ”Electrodless Dischcarge Lamp” lampu ini mempunyai prinsip kerja hampir sama dengan Hallow Cathode Lamp (lampu katoda cekung), tetapi mempunyai output radiasi lebih tinggi dan biasanya digunakan untuk analisis unsur-unsur As dan Se, karena lampu HCL untuk unsur-unsur ini mempunyai signal yang lemah dan tidak stabil yang bentuknya dapat dilihat pada Gambar 4.
2.       Sumber atomisasi
Sumber atomisasi dibagi menjadi dua yaitu sistem nyala dan sistem tanpa nyala.  Kebanyakan instrumen sumber atomisasinya adalah nyala dan sampel diintroduksikan dalam bentuk larutan.  Sampel masuk ke nyala dalam bentuk aerosol.  Aerosol biasa dihasilkan oleh nebulizer (pengabut) yang dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray).  Jenis nyala yang digunakan secara luas untuk pengukuran analitik adalah udara-asetilen dan nitrous oksida-asetilen.  Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi analisis yang sesuai untuk kebanyakan analit dapat ditentukan dengan menggunakan metode-metode emisi, absorbsi dan juga fluorosensi.
1. Nyala udara asetilen
Biasanya menjadi pilihan untuk analisis mengunakan SSA. Temperatur nyalanya yang lebih rendah mendorong terbentuknya atom netral dan dengan nyala yang kaya bahan bakar pembentukan oksida dari banyak unsur dapat diminimalkan.
2. Nitrous oksida-asetilen
 Dianjurkan dipakai untuk penentuan unsur-unsur yang mudah membentuk oksida dan sulit terurai. Hal ini disebabkan karena temperatur nyala yang dihasilkan relatif tinggi. Unsur-unsur tersebut adalah: Al, B, Mo, Si, So, Ti, V, dan W.
Prinsip dari SSA, larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala mengandung atom unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar ( ground state ). Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat dari unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorbsi oleh atom dalam nyala.
3.   Monokromator
Monokromator merupakan alat yang berfungsi untuk memisahkan radiasi yang tidak diperlukan dari spektrum radiasi lain yang dihasilkan oleh Hallow Cathode Lamp
4.   Detektor
Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi yang diserap oleh permukaan yang peka.
5.  Sistem pengolah
Sistem pengolah berfungsi untuk mengolah kuat arus dari detektor menjadi besaran daya serap atom transmisi yang selanjutnya diubah menjadi data dalam sistem pembacaan.
6.       Sistem pembacaan
Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau gambar yang dapat dibaca oleh mata.
3.5.3          Optimasi peralatan Spektrofotometri Serapan Atom
                Pada peralatan optimasi Spektrofotometri Serapan Atom agar memberikan wacana dan sejauh mana sensitivitas dan batas deteksi alat terhadap sampel yang akan dianalisis, optimasi pada peralatan SSA meliputi:
·         Pemilihan persen (%) pada transmisi
·         Lebar celah (slith width)
·         Kedudukan lampu terhadap focus slit
·         Kemampuan arus lampu Hallow Cathode
·         Kedudukan panjang gelombang (λ)
·         Set monokromator untuk memberikan sinyal maksimum
·         Pemilihan nyala udara tekanan asetilen
·         Kedudukan burner agar memberikan absorbansi maksimum
·         Kedudukan atas kecepatan udara tekan
·         Kedudukan atas kecepatan asetilen.

Tabel 2. Kondisi SSA untuk analisis logam Sn,Zn, dan Pb (Rohman, 2007)
Logam
Panjang gelombang (nm)
Tipe nyala
Kisaran kerja (µg/L)
Batas Deteksi (µg/L)
Sn
224,6
UH
15-60
0,03
Zn
213,9
UA
0,4-1,6
0,001
Pb
217
UA
5-20
0,015
Keterangan : UA = Udara-asetilen                           UH = Udara-Hidrogen
Teknik-teknik analisis
Dalam analisa secara spektrometri teknik yang biasa dipergunakan antara lain:
1.       Metode kurva kalibrasi
Dalam metode kurva kalibrasi ini, dibuat seri larutan standard dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan SSA.  Selanjutnya membuat grafik antara konsentrasi (C) dengan Absorbansi (A) yang akan merupakan garis lurus melewati titik nol dengan slope = ε. B atau slope = a.b, konsentrasi larutan sampel diukur dan diintropolasi ke dalam kurva kalibrasi atau di masukkan ke dalam persamaan regresi linear pada kurva kalibrasi
2.       Metode standar tunggal
Metode ini sangat praktis karena hanya menggunakan satu larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya (Cstd).  Selanjutnya absorbsi larutan standard (Astd) dan absorbsi larutan sampel (Asmp) diukur dengan spektrofotometri.

Dari hukum Beer diperoleh:
Astd = ε. B. Cstd                                            Asmp = ε. B. Csmp
ε. B = Astd/Cstd                                            ε. B = Asmp/Csmp
Sehingga:
Astd/Cstd = Asmp/Csmp                 Csmp = (Asmp/Astd).Cstd
Dengan mengukur absorbansi larutan sampel dan standard, konsentrasi larutan sampel dapat dihitung.
3.       Metode adisi standard
Metode ini dipakai secara luas karena mampu meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan (matriks) sampel dan standard.  Dalam metode ini dua atau lebih sejumlah volume tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam labu takar.  Satu larutan diencerkan sampai volume tertentu, kemudian diukur absorbansinya tanpa ditambah dengan zat standard, sedangkan larutan yang lain sebelum diukur absorbansinya ditambah terlebih dulu dengan sejumlah tertentu larutan standard dan diencerkan seperti pada larutan yang pertama.  Menurut hukum Beer akan berlaku hal-hal berikut:
Ax = k.Cx;                                                      AT = k(Cs+Cx)      
Keterangan,
Cx = konsentrasi zat sampel
Cs = konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel
Ax = Absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat standar)
AT = Absorbansi zat sampel + zat standar
Jika kedua persamaan di atas digabung, akan diperoleh:
Cx = Cs x {Ax/(AT-Ax)}              
Konsentrasi zat dalam sampel (Cx)dapat dihitung dengan mengukur Ax dan AT dengan spektrofotometer.  Jika dibuat suatu seri penambahan zat standar dapat pula dibuat suatu grafik antara AT lawan Cs, garis lurus yang diperoleh diekstrapolasi ke AT = 0, sehingga diperoleh:
Cx = Cs x {Ax/(0-Ax)} ; Cx = Cs x (Ax/-Ax)                             
Gangguan dalam Spektrofotometri Serapan Atom
                Berbagai faktor dapat mempengaruhi pancaran nyala suatu unsur tertentu dan menyebabkan gangguan pada penetapan konsentrasi unsur.
1.       Gangguan akibat pembentukan senyawa refraktori
Gangguan ini dapat diakibatkan oleh reaksi antara analit dengan senyawa kimia, biasanya anion, yang ada dalam larutan sampel sehingga terbentuk senyawa yang tahan panas (refractory).  Sebagai contoh fospat akan bereaksi dengan kalsium dalam nyala menghasilkan pirofospat (Ca2P2O7).  Hal ini menyebabkan absorpsi ataupun emisi atom kalsium dalam nyala menjadi berkurang.  Gangguan ini dapat diatasi dengan menambahkan stronsium klorida atau lanthanum nitrat ke dalam larutan.  Kedua logam ini mudah bereaksi dengan fospat dibanding dengan kalsium sehingga reaksi antara kalsium dengan fospat dapat dicegah atau diminimalkan.  Gangguan ini dapat juga dihindari dengan menambahkan EDTA berlebih. EDTA akan membentuk kompleks kelat dengan kalsium, sehingga pembentukan senyawa refraktori dengan fospat dapat dihindarkan.  Selanjutnya kompleks Ca-EDTA akan terdisosiasi dalam nyala menjadi atom netral Ca yang menyerap sinar.  Gangguan yang lebih serius terjadi apabila unsur-unsur seperti: Al, Ti, Mo, V dan lain-lain bereaksi dengan O dan OH dalam nyala menghasilkan logam oksida dan hidroksida yang tahan panas. Gangguan ini hanya dapat diatasi dengan menaikkan temperatur nyala, sehingga nyala yang umum digunakan dalam kasus semacam ini adalah nitrous oksida-asetilen.
2.       Gangguan ionisasi
Gangguan ionisasi ini biasa terjadi pada unsur-unsur alkali tanah dan beberapa unsur yang lain.  Karena unsur-unsur tersebut mudah terionisasi dalam nyala.  Dalam analisis dengan SSA yang diukur adalah emisi dan serapan atom yang tak terionisasi.  Oleh sebab itu dengan adanya atom-atom yang terionisasi dalam nyala akan mengakibatkan sinyal yang ditangkap detektor menjadi berkurang.  Namun demikian gangguan ini bukan gangguan yang sifatnya serius, karena hanya sensitivitas dan linearitasnya saja yang terganggu.  Gangguan ini dapat diatasi dengan menambahkan unsur-unsur yang mudah terionisasi ke dalam sampel sehingga akan menahan proses ionisasi dari unsur yang dianalisis.

3.       Gangguan fisik alat
Gangguan fisik adalah semua parameter yang dapat mempengaruhi kecepatan sampel sampai ke nyala dan sempurnanya atomisasi.  Parameter-parameter tersebut adalah kecepatan alir gas, berubahnya viskositas sampel akibat temperatur nyala.  Gangguan ini biasanya dikompensasi dengan lebih sering membuat kalibrasi atau standarisasi
Alat dan Bahan
 Alat-alat yang digunakan
1.Seperangkat instrumen Spektroskopi Serapan Atom merk Perkin-Elmer 5100 PC untuk analisis logam Pb dan Zn
2.Seperangkat instrumen Spektroskopi Serapan Atom merk Perkin- Elmer 3110 untuk analisis logam Sn
3. Peralatan gelas Laboratorium
4. Neraca analitik
5. Hot Plate stirer Heildolph MR 3001
6. Kertas Saring Whatman no 42
 Bahan-bahan yang digunakan
1. Larutan standar Sn
2. Larutan standar Zn
3. Larutan standar Pb
4. Larutan HNO3 65%
5. Sampel :
6. Aquabides.
Cara Penelitian
 Pembuatan Larutan
Pembuatan Larutan Standar Sn
Larutan Standar Sn induk 1000 mg/L dibuat dari larutan dengan merek dagang spektrosol. Larutan Sn 100 mg/L dibuat dengan cara memindahkan 1 mL larutan baku 1000 mg/L ke dalam labu ukur 10 mL kemudian diencerkan sampai batas. Larutan standar Sn 10,0 mg/L; 20,0 mg/L;  30,0 mg/L; 40,0 mg/L dan 50,0 mg/L dibuat dengan cara memindahkan 1 mL; 2 mL; 3 mL; 4 mL dan 5mL larutan baku 100 mg/L ke dalam labu ukur 10 mL kemudian diencerkan sampai batas.
Pembuatan Larutan Standar Zn
Larutan Standar Zn induk 1000 mg/L dibuat dari larutan dengan merek dagang spektrosol. Larutan Zn 10 mg/L dibuat dengan cara memindahkan 0,1 mL larutan baku 1000 mg/L ke dalam labu ukur 10 mL kemudian diencerkan sampai batas. Larutan standar Zn 0,2 mg/L; 0,4 mg/L;  0,6 mg/L; 0,8 mg/L dan 1 mg/L dibuat dengan cara memindahkan 0,2 mL; 0,4 mL; 0,6 mL; 0,8 mL dan 1mL larutan baku 10 mg/L ke dalam labu ukur 10 mL kemudian diencerkan sampai batas.
Pembuatan Larutan Standar Pb
Larutan Standar Pb induk 1000 mg/L dibuat dari larutan dengan merek dagang spektrosol. Larutan Pb 10 mg/L dibuat dengan cara memindahkan 0,1 mL larutan baku 1000 mg/L ke dalam labu ukur 10 ml kemudian diencerkan sampai batas. Larutan standar Pb 0,5 mg/L; 1,0 mg/L;  2,0 mg/L; 3,0 mg/L dan 4,0 mg/L dibuat dengan cara memindahkan 0,5 mL; 1 mL; 2 mL; 3 mL dan 4 mL larutan baku 10 mg/L ke dalam labu ukur 10 mL kemudian diencerkan sampai batas.
Dari grafik Kurva Standar terdapat hubungan antara Konsentrasi (C) dengan Absorbansi (A) maka nilai yang dapat diketahui adalah nilai Slope dan Intersep, Kemudian nilai Konsentrasi sampel dapat diketahui dengan memasukkan ke dalam persamaan regresi linear dengan menggunakan hukum Lambert-Beer yaitu:
   Y = Bx + A
Dimana : Y           = Absorbansi Sampel                                      B = Slope
            X         = Konsentrasi sampel                                     A = Intersep
Dari perhitungan regresi linear, maka dapat diketahui persentase dari sampel dengan menggunakan rumus :
C Sebenarnya =
Kondisi Pengukuran Alat Spektroskopi Serapan Atom
Untuk Logam Sn
Pengukuran konsentrasi 1,0 ppm Sn larutan diukur pada :
1. Panjang gelombang pada 224,6nm
2. Laju alir asetilen pada 4,0 L/menit
3. Laju alir udara pada 6,0 L/menit
4. Lebar celah pada 0,2 nm
5. Kuat arus HCL 15,0 µA
6. Tinggi burner  4,0 mm
Untuk Logam Zn
Pengukuran konsentrasi 1,0 ppm Zn larutan diukur pada :
1. Panjang gelombang pada 213,9  nm
2. Laju alir asetilen pada 2,0 L/menit
3. Laju alir udara pada 10,0 L/menit
4. Lebar celah pada 0,7 nm
5. Kuat arus HCL  10,0   µA
6. Tinggi burner  2,0   mm.
Untuk Logam Pb
Pengukuran konsentrasi 1,0 ppm Pb larutan diukur pada :
1. Panjang gelombang pada  283,3  nm
2. Laju alir asetilen pada 2,0 L/menit
3. Laju alir udara pada 10,0 L/menit
4. Lebar celah pada 0,7 nm.
5. Kuat arus HCL  10,0   µA
6. Tinggi burner  2,0   mm